Wikipedia

Search results

Thursday 27 December 2012

S ebagai orang Katolik, presiden baru Korea Selatan perlu respek terhadap ajaran Gereja

e

24/12/2012 Sebagai orang Katolik, presiden baru Korea Selatan perlu respek terhadap ajaran Gereja thumbnail

Banyak hati orang Katolik akan tertegun ketika berita muncul pada 19 Desember bahwa Juliana Park Geun-hye telah memenangkan pemilu presiden Korea Selatan.
Dengan hanya satu atau dua pengecualian, wanita itu memiliki pandangan yang diametris menentang komunitas Katolik, dengan mendukung isu-isu seperti hukuman mati, pembangunan pabrik nuklir baru, perjanjian perdagangan bebas, proyek bendungan Five Rivers dan pangkalan angkatan laut Jeju.
“Ini sangat disayangkan,” kata Pastor Jang Dong-hun kepada ucanews.com.
Pada Oktober, sebagai sekretaris Komite Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Korea Selatan, Pastor Jang mengirim kuesioner tentang isu-isu sosial dan politik kepada para kandidat presiden, untuk meminta pendapat mereka terutama terkait ajaran Gereja dengan isu-isu tersebut.
Hanya salah satu kandidat tidak menjawab. Kandidat tersebut adalah Park, kini presiden terpilih.
Namun, pendapatnya dapat diamati melalui berbagai pidato dan deklarasi. Dia adalah pendukung hukuman mati dan perjanjian perdagangan bebas. Dia juga mendukung pembangunan pangkalan angkatan laut raksasa di Pulau Jeju.
Terkait proyek Five Rivers sangat kontroversial dia tetap diam, dan ia tampak berhati-hati mengenai gagasan membangun lebih banyak reaktor nuklir.
Pastor Jang merasa khawatir bahwa rezim itu akan berlanjut dan bahkan melanjutkan apa yang dimulai oleh pendahulunya.
“Selama lima tahun terakhir di bawah Presiden Lee Myong-bak, uang menjadi faktor utama dalam masyarakat Korea, sementara hal lain diabaikan.”
Park, 61, adalah putri dari Mendiang Presiden Park Chung-hee, yang memerintah Korea Selatan dengan tangan besi dari tahun 1961, ketika ia memimpin kudeta militer, hingga tewas terbunuh tahun 1979.
Dia merintis industrialisasi Korea dan dipercaya oleh banyak orang karena memimpin negara itu keluar dari kemiskinan menuju kemakmuran yang kini dirasakan. Tapi, dia juga mengabaikan hak asasi manusia dan demokrasi.
Gereja Katolik umumnya menentang kediktatoran dan beberapa klerus termasuk mendiang Uskup Daniel Tji Hak-soon dari Wonju yang dipenjara.
Park Chung-hee mengaku tidak beragama dan tampaknya tidak menyukai segala bentuk agama. Putrinya dibaptis sebagai seorang Katolik saat menjadi mahasiswi di Universitas Sogang, yang dikelola Yesuit, namun dalam beberapa tahun terakhir dia juga mengatakan ia tidak beragama.
Sejumlah umat Katolik menanggapi berbeda terkait hasil pemilu tersebut.
Fabiano Choi Hong-jun, ketua Dewan Kerasulan Awam Katolik Korea, mengatakan bahwa lebih dari setengah pemilih mendukung Park, itu bisa menjadi sesuatu yang baik untuk membawa persatuan nasional. Dalam pemilu sebelumnya, tidak ada jumlah suara mayoritas.
Dia mengungkapkan harapan bahwa “Park hendaknya merangkul lawan-lawannya dan membuat masyarakat di mana orang dapat percaya dan berkomunikasi satu sama lain.”
“Sebagai seorang pemimpin Katolik, saya berharap ia melakukan hal yang lebih penting terkait ajaran Katolik dan membuat masyarakat menghormati kehidupan dan hak asasi manusia.”
Park telah berjanji untuk memberikan lebih banyak perhatian pada “ekonomi akar rumput,” khususnya perempuan. Tapi, Elizabeth Choi Geum-ja, perwakilan dari Komunitas Perempuan Katolik Korea untuk Dunia Baru, merasa skeptis.
“Park adalah seorang wanita, tapi saya tidak yakin apakah dia adalah ‘presiden wanita yang dipersiapkan’ karena ia tidak memiliki kebijakan feminis,” katanya.
Pastor Jang menunjukkan  sangat jelas tentang sikap Gereja terhadap presiden baru itu. “Juliana Park terpilih karena halo (mitos) Park Chung-hee’ yang disebut sebagai pemujaan uang yang mendominasi rakyat Korea,” katanya.
“Dalam situasi ini, Gereja kita memiliki tanggung jawab sejarah untuk mengubah arus dengan membawa obor keadilan dan kebaikan bersama,” tambahnya.
Sumber: Election result brings gloom to Church leaders

No comments:

Post a Comment