Wikipedia

Search results

Saturday 30 March 2013

KA Pontianak Masih Butuh Imam

Selasa, 26 Maret 2013 19:12 WIB
KA Pontianak Masih Butuh Imam
[Aditya Wijaya]
Masih kurang: Uskup Agung Pontianak, Mgr Hieronymus Bumbun OFMCap, bersama para imam Diosesan.

HIDUPKATOLIK.com
 - 
Dalam retret imam dan frater Dioses yang berhimpun di Unio Unit Keuskupan Agung Pontianak yang berlangsung di Wisma Emaus Nyarumkop, Pontianak, Kalimantan Barat, Vikaris Jenderal Keuskupan Agung Pontianak, Pastor William Chang OFMCap, menyampaikan data fisik perkembangan umat Keuskupan Agung Pontianak yang berjumlah sekitar 300.000 jiwa. Mereka tersebar di 26 paroki dan dilayani 80 imam. Di antaranya, hanya 16 imam Diosesan. Berdasarkan data tersebut, satu imam melayani sekitar 4.000 umat. Sangat diharapkan panggilan imam Diosesan di keuskupan ini semakin berkembang demi kelangsungan pelayanan di keuskupan ini.

Dalam retret yang berlangsung pada Selasa-Jumat, 5-8/3 ini, Uskup Agung Pontianak, Mgr Hieronymus Bumbun OFMCap, menekankan empat tema pokok, yakni spiritualitas imam Diosesan, identitas dan teritori imam Diosesan, nasihat injili, dan Injil kesederhanaan. Dalam sesi diskusi, disadari bahwa imam keuskupan perlu siap di barisan depan dan berada di tengah umat, dengan terbuka terhadap semua jenis karya keuskupan baik parokial maupun kategorial.

Retret bertajuk “Spiritualitas dari Imam Diosesan” ini juga mendatangkan Pastor Materius Kristiyanto dari Keuskupan Agung Semarang yang menitikberatkan spiritualitas imam Diosesan. 


RD Alexander M
.

Paus Fransiskus Menolak Tinggal di Istana Kepausan


Paus Fransiskus Menolak Tinggal di Istana Kepausan
[thetablet.org]
Santa Martha House (Domus Sanctae Marthae)

HIDUPKATOLIK.com
 - Paus Fransiskus menolak tinggal di apartemen luas di puncak Istana Apostolik Vatikan. Ia memilih tinggal di flat dua kamar berukuran kecil. Demikian disampaikan oleh juru bicara kepausan Federico Lombardi SJ seperti disiarkan oleh BBC, 27 Maret lalu. Alasannya, katanya, Bapa Suci mencoba gaya hidup sederhana di gedung komunal bersama para pastor lainnya. 

Keputusan itu juga mengubah tradisi paus yang sejak seabad lalu tinggal di istana dan sekaligus memperkuat reputasinya sebagai pribadi yang sederhana. Tatkala menjadi Uskup Buenos Aires, ia juga menolak tinggal di Istana Keuskupan. Ketika itu, ia memilih akomodasi sederhana dan kerap memasak sendiri.

Sejak naiknya Paus Pius X di awal abad ke 20, setiap paus menempati apartemen 12 kamar di puncak istana yang dilengkapi dengan sayap khusus pegawai, teras dan pemandangan luas ke kota Roma. Tetapi sejak terpilih, Paus Fransiskus sudah menempati flat dua kamar sederhana di Domus Sancta Martha, kediaman mirip hotel yang dibangun Paus Yohanes Paulus II di sebelah Basilika Santo Petrus. Menurut jurubicara Lombardi, ia berniat untuk terus tinggal di sana. "Pagi ini Bapa Suci memberitahu para kardinal bahwa beliau akan tetap menempati flat itu," katanya. Lombardi tak bisa mengatakan apakah Paus berencana tinggal di sana untuk jangka panjang. "Saat ini masih periode membiasakan diri," katanya. Paus akan bersantap di ruang makan bersama para penghuni lainnya serta tetamu.

Paus Fransiskus akan menggunakan perpustakaan kepausan di lantai dua istana untuk menerima tamu dan akan muncul di jendela yang digunakan paus-paus sebelumnya untuk menyapa dan memberkati para umat dan peziarah di Lapangan Santo Petrus.

RENUNGAN PASKA 2013 Mengapa kekerasan tak kunjung henti?


RENUNGAN PASKA 2013 dari Mgr Johannes Pujasumarta

Kamis, 28 Maret 2013 16:30 WIB
RENUNGAN PASKA 2013 dari Mgr Johannes Pujasumarta
[Dok.HIDUP]
Mgr Johannes Pujasumarta, Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (Sekjen KWI)


Ancaman kekerasan dan tindak kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah tidak hanya terjadi pada zaman dulu, ketika Yesus yang tidak bersalah, dijatuhi hukuman mati disalib. Pada zaman kita peristiwa-peristiwa kekerasan begitu mudah terjadi, dan menjadi berita dukacita yang sampai kepada kita setiap hari melalui berbagai media komunikasi. Tak terhitung peristiwa kekerasan dalam keluarga, yang tidak diberitakan melalui media publik. Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan keprihatinannya atas peristiwa kekerasan di Lembaga Pemasyarakatan, Cebongan, Sleman, Yogyakarta, yang terjadi pada Sabtu dinihari, 23 Maret 2013, yang lalu katanya, "Saya prihatinkan penyerangan lapas. Tapi juga mengapa kekerasan selalu muncul di Daerah Istimewa Yogyakarta,"

Ngersa Dalem..., kekerasan tidak hanya di Daerah Istimewa Yogyakarta, tetapi di mana-mana. Saya juga sangat prihatin mendengar berita tentang kekerasan yang dialami oleh jemaat-jemaat Kristiani karena kekerasan dijadikan ancaman dan dilakukan untuk menangani masalah-masalah pembangunan tempat-tempat ibadat dan sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh jemat-jemaat Kristiani tersebut. Dua bulan terakhir selama tahun 2013 telah tercatat 15 kasus, melanjutkan kasus-kasus tahun 2012 yang berjumlah 75. Kasus-kasus itu merupakan bagian dari total tempat-tempat ibadat yang diganggu atau dirusak, sejak rezim Soekarno sampai rezim Susilo Bambang Yudhoyono, sebanyak 1.250 buah. 

Yang lebih memrihatinkan lagi ialah bahwa pelaku kekerasan itu adalah warga masyarakat sendiri, yang bahkan didukung oleh pihak-pihak tertentu yang seharusnya menjamin keamanan di negeri ini. Sikap intoleran yang disertai dengan perilaku kekerasan yang dibiarkan itu telah mengantar kita pada situasi kacau balau, khaotic, karena premanisme. Kita telah berada dalam arus spiral kekerasan yang akan membuahkan kematian. 


Orang benar tetap hidup meskipun dibunuh


Pada peristiwa Yesus arus spiral kekerasan dipersonifikasi dalam diri -Nya yang mati karena menjadi korban kekerasan, yang dilakukan oleh penguasa agama yang bersekongkol dengan penguasa politik pada waktu itu. Oleh-Nya tuduhan-tuduhan palsu dijawab dengan diam, karena dialog tidak bisa dilakukan kalau ada kekerasan. Ketika kekerasan tidak tahan mendengarkan suara kebenaran dalam diam itu, kekerasan akan berbuah kematian, kematian kebenaran, yang seakan-akan membuat lega para pelaku kekerasan. Ya lega untuk sementara! Karena kebenaran adalah kebenaran. 

Pada peristiwa kematian Yesus kebenaran sejati yang berasal dari Allah diakui oleh kepala pasukan yang menyaksikan peristiwa kematian Yesus disalib. Oleh Lukas dituturkan, bahwa kematian Yesus menjadi kesempatan bagi kepala pasukan itu untuk memuliakan Allah, katanya: “Sungguh orang ini adalah orang benar!” (Luk. 23:47) Orang benar tetap hidup meskipun dibunuh. Itulah kehidupan baru yang dimiliki oleh Yesus, yang melalui kematian –Nya dilantik menjadi Tuhan dan Kristus, karena Allah telah membangkitkanNya dari orang mati.

Kekerasan bukan solusi menyelesaikan masalah.


Dalam ruang publik yang tuna adab karena kekerasan, tidak dibenarkan kita, yang adalah anak-anak kebangkitan, melakukan kekerasan untuk melawan kekarasan. Kekerasan bukan solusi menyelesaikan masalah.

Paska Kristus mengamanatkan kepada kita untuk mengubah hati kita yang keras membatu menjadi hati yang manusiawi, yang mampu mendengarkan suara kebenaran, dan bahkan memperjuangkan kebenaran dengan semangat martyria.

Semoga daya kebangkitan Tuhan menjadi kekuatan bagi kita mengubah budaya kekerasan menjadi budaya kelembutan yang berdasar pada kebenaran, keadilan dan kasih. 
Selamat Paska! 

Salam, doa dan Berkah Dalem,

+ Johannes Pujasumarta
Uskup Agung Semarang

Wednesday 27 March 2013

Siapa itu Paus Fransiskus?


Siapa itu Paus Fransiskus? thumbnail

Mungkin semua orang sependapat bahwa pemilihan Jorge Mario Bergoglio sebagai Paus Fransiskus merupakan hal yang tak terduga dalam banyak cara. Namun, ini tidak sepenuhnya merupakan suatu kejutan. Bergoglio adalah orang nomor dua setelah Joseph Ratzinger dalam konklaf yang digelar tahun 2005, yang memilih Paus Benediktus XVI.
Bergoglio adalah imam dari Serikat Yesus, orang Amerika Latin dan paus pertama dari wilayah bagian selatan. Ia memiliki orangtua yang adalah warga migran asal Italia. Tetapi, ia bukan “orang Italia” atau kardinal dari Kuria karena ia tidak pernah berkarya di Vatikan.
Ia dianggap sebagai seorang gembala yang memiliki pandangan konservatif di bidang teologi, namun ia memiliki wawasan yang luas, khususnya perhatiannya akan kebutuhan orang-orang miskin. Hal ini mencerminkan komitmen akan kesederhanaan yang nampak dalam gaya hidupnya sendiri.
Bisa dikatakan bahwa waktu dan kekuatan yang membentuknya, karya yang dilakukannya dan berbagai tantangan yang dihadapinya telah mempersiapkan dirinya dengan baik untuk menjadi paus.
Dibesarkan di masa fasisme dan sosialisme – sebuah pergumulan politik yang dibuat sedemikian unik untuk Argentina oleh Juan Peron – Bergoglio masuk Serikat Yesus tahun 1950-an. Tidak seperti biasanya, ia dipilih sebagai Provinsial Serikat Yesus di Argentina ketika berumur 30-an – sejak 1973 hingga 1979.
Tahun 1970-an merupakan tahun-tahun di mana para imam Serikat Yesus di Argentina tercerai-berai oleh perpecahan dan konflik. Banyak imam Serikat Yesus menanggalkan imamat mereka. Konflik ini sangat berkaitan dengan petunjuk untuk kongregasi dan Gereja – seperti Teologi Pembebasan yang menyeruak di Amerika Latin – dan juga politik setempat. Konflik politik seputar Juan Peron dan penerusnya yang terjadi selama beberapa dekade memecah-belah masyarakat Argentina dan juga para imam Serikat Yesus.
Pada masa itu, menyatukan para imam Serikat Yesus di Argentina bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Namun, Bergoglio terlibat aktif dalam memberikan perubahan dalam tubuh Serikat Yesus dengan adanya dorongan dari dunia luar. Keputusan akhir dicapai tahun 1975 dalam sebuah pertemuan luar biasa para petinggi kongregasi – sebuah Rapat Umum. Bergoglio terlibat aktif dalam proses ini.
Petunjuk yang ditetapkan oleh Serikat Yesus memicu kemarahan Vatikan. Tahun 1981, Yohanes Paulus II menetapkan kepala kongregasi, Pedro Arrupe, dan mengangkat seorang pengawas untuk melakukan penyelidikan, dan jika perlu, membenahi segala ekses yang muncul.
Kira-kira di waktu yang sama, militer yang dikalahkan oleh UK atas sengketa Kepulauan Malvinas/Falklands mulai menghilangkan kediktatoran militer dan memulihkan demokrasi.
Bergoglio dikritik atas sikapnya yang mencolok selama rezim diktator di Argentina selama periode ini. Namun, ia memimpin publik dalam meminta Gereja untuk menyampaikan permohonan maaf atas kebisuannya selama “perang yang kotor” itu dan “ketidakhadirannya” selama kediktatoran militer berlangsung.
Bergoglio menjadi uskup sejak 1992 dan uskup agung Buenos Aires sejak 1998. Keuskupan agung ini bukanlah yang terbesar di Amerika Latin, yang memberinya pengalaman di bidang politik selama 15 tahun. Namun, sebagai seorang warga Argentina, permainan ekonomi menjadi hal yang utama.
Masa di mana ia memimpin keuskupan agung dan para imam Serikat Yesus selama pergolakan yang terjadi tahun 1970-an seharusnya  bisa mengarahkannya untuk menjawab secara tepat persoalan yang ada, menghargai proses yang dibutuhkan untuk suatu perubahan sistematis, dan memikirkan orang-orang yang dibutuhkannya untuk mewujudkan perubahan itu.
Terkait nama Fransiskus yang dipilihnya, Bergoglio ingin mengingat kenangan Fransiskus dari Asisi. Ia mungkin juga mengenang beberapa nama lain – dua Yesuit yakni Fransiskus Xaverius dan Francis Borgia, seorang duda dan ayah dari sebuah keluarga besar dan Bangsawan dari Gandia yang masuk Serikat Yesus saat paruh baya dan karena pengalaman administratifnya langsung menduduki jabatan tinggi.
Sekarang tinggal menunggu apakah orang luar yang cerdas dan berpengalaman bisa menjalankan tugas dalam mereformasi Kuria dan mendekatkan proses Gereja yang lebih luas pada perubahan seperti yang diinginkan oleh Konsili Vatikan II.
Pastor  Mick Kelly SJ adalah Direktur Eksekutif  ucanews.com